Senin, 29 April 2013

Pemikiran Politik Plato


KONSEP PEMIKIRAN PLATO

Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawanYunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Pemikiran Socrates telah mempengaruhi iklim intelektual kaum muda Athena. Salah satu pemuda yang dipengaruhi Socrates adalah Plato. Melalui Plato pemikiran-pemikiran Socrates dilestarikan. Plato menuliskan pemikiran Socrates dalam karya-karyanya seperti Dialogue (Dialog), Republic (Republik), Statesman (Negarawan), dan Apologia (Pembelaan)
Karyanya Plato yang paling terkenal ialah Republik yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis)
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Socrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Plato lahir dari keluarga aristokrat kira-kira pada tahun 429 SM. Ia berniat untuk memasuki bidang politik sebagai karier hidupnya. Namun kematian Socrates membuat ia tidak melanjutkan niatnya tersebut kecuali sebagai filosof. Ia tidak setuju dengan cara-cara pemerintahan demokrasi pada masa itu yang menurutnya mengakibatkan gurunya meninggal. Pada masa muda Plato, ia menyaksikan perebutan kepemimpinan antara Athena dengan Sparta yang menghangat pada peperangan Pelopnnesos (431-404) dan dimenangkan oleh Sparta. Kekalahan tersebut membuat hati Plato hambar. Oleh karena itulah ia berusaha mengarahkan pemikirannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia secara konkret. Ia melakukan pengembaraan ke daerah Sisilia dan Italia bahkan ke daerah Afrika yang memberikan pengalaman berharga guna pemikirannya lebih lanjut. Setelah pengembaraannya, ia mendirikan sebuah sekolah yang ia beri nama Akademi. Sekolah ini diharapkannya dapat mejadi pabrik pembentuk dan penempa orang-orang yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Pengetahuan yang diajarkan di Akedemi adalah mengenai segala aspek manusia dan masyarakat dalam arti keseluruhan.
Dengan didirikannya Akademi Plato menghasilkan karyanya Politeia atau Republik. Kitabnya ini digunakan sebagai pegangan dalam sekolahnya. Tema pokok kitab ini adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini berbeda dengan pengertian keadilan saat ini. Keadilan Plato lebih dekat pada kata kejujuran, moral, sifat-sifat baik seseorang. Keadilan ini berhubungan dengan kejujuran seseorang mengenai kesanggupan dan bakatnya. Menurut Plato keadilan itu adalah seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya. Dalam kehidupan bernegara, keadilan menurut Plato terletak pada kesesuaian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak dan kecakapan serta kesanggupan di pihak lain.
Kitab Republik ini membicarakan empat masalah besar, pertama, mengenai masalah metafisika yaitu yang mencari dan membicarakan apa yang sebenarnya hakikat segala yang ada. Kedua, etika yaitu mengenai sikap yang benar dan baik serta sebaliknya. Ketiga, mengenai pendidikan yang harus dijalani seseorang dalam hidup. Keempat, mengenai pemerintahan yang seharusnya atau yang ideal. Keempat masalah ini merupakan suatu kebulatan. Suatu kebulatan maksudnya di sini adalah tidak adanya perbedaan antara negara dengan masyarakat atau warga negaranya. Karena keempat masalah ini dipandang sebagai kebulatan maka Plato memunculkan pertanyaan, misalnya apakah negara yang baik itu, bagaimana mengusahakannya dan membuatnya. Apakah pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang manusia agar ia menjadi seorang yang baik? Apakah cara-cara yang harus dijalankan oleh negara yang baik dalam memimpin rakyat atau warganya mendapatkan pengetahuan yang menjadi syarat adanya kebajikan  itu? Pengetahuan di sini, menurut Socrates adalah pengetahuan yang artinya sama dengan kebajikan. Plato menyatakan kebajikan tersebut diperoleh dengan pengetahuan. Pengetahuan tentang kebaikan tersebut harus merupakan kodrat dan tidak berasal dari adat dan kebiasaan. Artinya kebaikan itu bukan merupakan kehendak orang-orang, tapi kebaikan tersebut adalah kenyataan dari kehidupan. Kebajikan atau pengetahuan itu diperoleh dengan adanya pendidikan. Melalui pemikiran Plato dan Aristoteles peradaban Yunani Klasik mempengaruhi secara substansial dan signifikan lahirnya peradaban Renaisans (Abad XIV-XVI) serta tradisi intelektual Muslim Abad Tengah. Tanpa peradaban Yunani Klasik, Peradaban Barat mungkin tidak pernah muncul dalam sejarah kemanusiaan. Dari sudut pemikiran politik, gagasan Barat mengenai negara (state), kekuasaan, keadilan, demokrasi berakar pada tradisi politik negara-negara kota (city states atau polis) pada zaman Peradaban Yunani klasik itu.
Menurut Plato. Negara ideal menganut prinsip tentang kebajikan (virtue). Dalam pemikiran Plato kebajikan tersebut adalah pengetahuan. Dan segala nyang dilakukan atas nama negara haruslah dimaksudkan untuk mencapai kebajikan itu. Sehingga Plato melihat bahwa pentingnya lembaga pendidikan bagi kehidupan kenegaraan.Plato berpendapat bahwa negara ideal atau negara yang terbaik bagi manusia adalah negara yang penuh kebajikan di dalamnya. Plato menyebut negarawan seperti itu seorang raja-filsuf ( The Philoshoper king). Plato menganalogikan seoarang raja-filsuf sebagai seorang dokter sehingga ia harus memahami berbagai gejala penyakit masyarakat. Pengetahuan yang demikian menjadi sustu keharusan dan syarat utama bagi seorang negarawan. Hubungan timbal balikdan pembagian kerja secara sosial merupakan prinsip pokok kenegaraan lain. Plato beranggapan munculnya negara karena adanya hubugan timbal balik dan rasa saling membutuhkan antar sesama manusia. Manusia tidak dapat hidup dengan manusia lain. Manusia juga dianugrahi bakat dan kemampuan yang tidak sama. Pembagian kerja sosial muncul akibat adanya perbedaan-perbedaan alamiah itu.
Negara ideal Plato juga didasarkan prinsip larangan atas pemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak, dan istri. Inilah yang disebut Robert Nisbet ‘ nihilism sosial’. Nihilisme Sosial menurut Plato menghindarkan negara dari berbagai pengaruh erosive dan destruktif yang pada akhirnya menciptakan disintegrasi negara kota. Dengan hak atas kepemilikan pribadi menurut filosof ini akan tercipta kecemburuan dan kesenjangan sosial dan menjadikan setiap orang berusaha menumpuk kekayaan dan milik pribadi tanpa batas. Dalam konteks inilah Plato mengemukakan gagasan tentang hak pemilikan bersama.
            Fungsi-fungsi yang dijalankan tiap anggota atau bagian ini dapat dilihat dengan penganalogian Plato antara jiwa dengan negara. Apa hakikat jiwa, itu pulalah hakikat negara. Ada tiga unsur jiwa yang menjadi jenis kelas, membentuk susunan negara. Yaitu kelas penguasa mengetahui segala sesuatu, kelas pejuang atan pembantu penguasa yang penuh semangat, dan kelas pekerja lebih mengutamakan keinginan dan nafsu.  Kelas penguasa dapat memberikan bimbingan kepada yang lain dalam masyarakat atau negara. Kelas pejuang diperlukan ketika kekacauan peperangan, diperlukan semangat yang membantu akal apabila ada pertentangan antara keinginan dan akal. Kelas pekerja dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan jasmani, seperti makan-minum. Dengan demikian, ketiga kelas atau fungsi ini saling membutuhkan dan masing-masing mengerjakan fungsinya untuk mencapai tujuan Nan Baik itu.
Rasa kolektivisme yang ditawarkan Plato seperti di sebutkan di atas adalah semacam komunisme di dalam cara kehidupan sosial, oleh karena itulah ia melarang adanya hak milik dan famili. Adanya milik akan mengurai dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Kesempatan bermilik akan menggoda seseorang untuk memperhatikan kepentingan diri sendiri lebih dahulu. Tidak adanyan family menurutnya lagi ditujukan utuk menghindarkan kemungkinan bercampurnya kepentingan negara dengan kepentingan sendiri. Adanya larangan hak milik dan family ini disebut juga ‘nihilisme sosial’ oleh Robert Nisbet, yang tujuannya sebenarnya menghindarkan negara dari pengaruh erosif dan destruktif yang pada akhirnya akan menciptakan disentegrasi negara kota
Larangan hak milik dan family atau komunisme ini hanya terbatas pada kelas-kelas penguasa dan pembantu, sementara kelas pekerja tidak dilarang. Pandangan Plato mengenai anak dan wanita yang dianggap sebagai milik bersama bukanlah dimaksud untuk merendahkan wanita. Plato mengakui hak yang sama antara wanita dan laki-laki yang dapat dilihat dengan pengakuannya bahwa kelas penguasa dan pembantu penguasa dapat dipegang oleh wanita. Merujuk pada tulisan Sabine kembali, bahwa kesamaan derajat ini dapat juga dilihat dari tanpa pengecualian dalam pendidikan. Adanya pengakuan atau kesamaan derajat antara laki-laki dengan wanita ini adalah sebagai perbandingan yang dilakukannya antra Athena dengan Sparta. Wanita dalam negara kota Sparta juga ikut sebagai tentara atau kelas pembantu penguasa. Larangan atas hak milik dan family ini maksud Plato bukanlah untuk melarang kedua kelas tersebut mendapat kebahagiaan, tapi kebahagiaan menurut Plato di sini terletak pada kewajiban atau fungsi masing-masing. (Referensi : Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama)

Kamis, 25 April 2013

Makalah Unit-Unit Historis


UNIT HISTORIS


Hari Nahredi,M.Pd


logo



DISUSUN OLEH :         1. OKTA EVITASARI
                                      2. SELVIA DARMAYANTI
                                      3. TITIS INDARI
                                                         



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2013



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat mengerjakan Makalah Sejarah Lokal yang diberi judul Unit Historis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada .
Ø  Kedua orang tua kami yang selalu memberikan doa, dukungan serta semangat dalam penyelesaian makalah ini.
Ø  Bpk. Hari Naredi, M.Pd sebagai dosen mata kuliah Sejarah Lokal.
Ø  Seluruh Mahasiswa/i Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan program studi Pendidikan Sejarah Semester VI yang senantiasa membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa susunan dan materi yang terkandung dalam makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun terutama dari dosen dan pembimbing Sejarah Lokal yang sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

                                                                                    Jakarta,  April 2013

       Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar  ................................................................................................. i
Daftar isi ............................................................................................................ ii
Bab I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ................................................................................ 1
B.     Tujuan Penulisan ............................................................................. 1
C.     Metode Penelitian ........................................................................... 2
Bab II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Nasional Macro-unit ........................................................... 3
B.     Sejarah Lokal sebagai Micro-unit.................................................... 5
                    C.     Objek Sejarah Lokal …………………………………………..... 7
Bab III PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................... 9
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang sudah diketahui bahwa sejarah lokal merupakan bagian sejarah yang bersifat mikro sedangkan untuk sejarah nasional sendiri bersifat makro. Yang mana sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang mendukung penanaman nilai nasionalisme. Dan untuk sejarah lokal sebagai mikro dapat memberikan bantuan dalam kajian sejarah nasional yang membicarakan sesuatu secara umum. Keterkaitan antara sejarah lokal dengan sejarah nasional tidak dapat dikatakan bahwa kumpulan-kumpulan dari sejarah lokal itu dapat diartikan sejarah nasional. Karena  sejarah lokal sebagai penyempurnakan sejarah nasional dan memberi hubungan timbal balik.
Sehingga dengan demikian antara sejarah lokal dan Nasional sangatlah berhubungan. Dengan melakukan penelitian tentang sejarah lokal, kita tidak hanya memperkaya pembendaharaan sejarah Nasional tetapi lebih penting lagi memperdalam pengetahuan kita tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini secara lebih intim. Dengan ini kita makin menyadari berbagai corak penghadapan manusia dengan lingkungannya dan dengan sejarahnya serta memperdalam pula kesadaran sejarah kita untuk mendapatkan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang dilalui.
B. Tujuan Penulisan
            1. Untuk mempelajari Sejarah Nasional sebagai macro-unit
            2. Untuk mempelajari Sejarah Lokal sebagai micro-unit
        3. Untuk mengetahui perbedaan antara Sejarah Nasional sebagai macro-unit dan Sejarah Lokal sebagai micro-unit 
C. Metode Penulisan
            Dalam pengumpulan data, kami menggunakan keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Adapun dalam penulisan laporan ini kami menggunakan metode literatural (kepustakaan)
            Metode ini mengacu pada pengumpulan data dengan melihat dan membaca berbagai keterangan yang berhubungan dengan unit-unit sejarah. Kami tidak hanya mendapat keterangan yang berasal dari internet melainkan kami juga memiliki referensi dari sumber-sumber lain mengenai unit-unit sejarah. Dalam makalah ini kami mengunakan beberapa buku untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan terhadap ilmu materi kami tersebut  secara luas.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Nasional Macro-unit
            SNI  merupakan bagian dari pengetahuan sejarah yang dapat  dipahami ( Intelligible field ), kompleks problem-problem, tema-tema, atau topik-topik yang ditempatkan dalam time settingSNI sebagai macro-unit merupakan kerangka referensi bagi sejarah lokal yang dapat dipandang sebagai micro unit. Dengan demikian, baik SNI maupun sejarah lokal adalah sejarah sebagai kisah.
            Seringkali sejarah lokal telah dilupakan oleh masyarakat pendukungnya, tetapi justru masih dikenali oleh lokal lain dan masuk dalam tradisi besar semacam SNI. Contohnya adalah peristiwa raja Nambrud yang tercantum dalam tradisi besar teks Babad Tanah Jawi, yang di jadikan karya canon, yang mendirikan kubu pertahanannya di slinga. Contoh yang lain misalnya asal usul tokoh Cerita Dipati Ukur sudah jarang ditemukan di daerah Banyumas. Dalam masyarakat Sunda, Cerita Dipatai Ukur justru masih dikenali, bahkan data sejarahnya cukup beragam
            SNI dengan macro analisis digunakan untuk menggarap proses-proses yang menyilang antarunit dan mempunyai kualitas yang tidak terdapat pada unit masing-masing. Proses menyilang  dalam SNI merupakan  suatu interaksi yang penting antarmicro unit. Semua proses mendorong penyilangan antarmicro unit yang akan lebih memperkuat macro unit.   Semakin banyak transaksi akan semakin tinggi derajat integrasi atau kohesi sebagai suatu sistem. Sistem tersebut mencakup hubungan timbal balik antara macro-unit dengan micro-unit dengan kekuatan sentripetal yang bersifat memusat dan menyatukan ( integrasi ) berbagai pendapat atau kekuatan sentrifugal yang saling menjauhkan dan memecah ( disintegrasi ).
            Sartono Kartodirdjo dalam bukunya menuliskan bahwa sejarah Indonesia yang diungkapkannya adalah sejarah total atau menyeluruh yang memandang perkembangan masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan, namun yang dimaksud bukan berarti sejarah yang merupakan gabungan dari sejarah local dan regional. Sejarah nasional sebagai sejarah total adalah representasi sejarah local dan regional yang dilihat melalui prespektif sejarah nasional. Sejarah total ini mengandung beberapa konsep dan konsep integrasi adalah yang paling utama. Sejarah Indonesia  menunjukkan kecenderungan ke arah integrasi yang progresif. Integrasi progresif disini adalah bahwa Sejarah Indonesia terbentuk dari suatu proses perkembangan dari unit terkecil sampai yang terbesar, seperti dari unit local ke yang nasional.  Dengan konsep integrasi ini dapat dilihat bahwa Sejarah Indonesia sebagai suatu proses perkembangan yang lambat laun dan kontinu dari zaman prasejarah sampai masa kini dalam wujud suatu kesatuan nasional melalui interaksi dari berbagai pola-pola komunikasi  antara golongan lapisan sosial dan antara daerah-daerah.
            Sejarah Indonesia adalah macro unit yang mencakup  sejarah local dan regional sebagai micro unitnya. Sejarah Indonesia dipandang sebagai hasil dari interaksi antar micro unit tersebut melalui proses-proses seperti pelayaran, perdagangan, perang, penyiaran agama, dan juga perkawinan. Dan terakhir adalah bahwa sejarah Indonesia harus dilihat dalam prespektif nasional sebagai suatu kesatuan historis dari apa yang disebut sebagai sejarah local dan regional. Dan dalam posisi tersebut sejarah Indonesia harus dilihat dengan suatu pendekatan (approach). Sartono Kartodirdjo mengungkapkan perlunya multidimensional approach. Dengan pendekatan tersebut dapat mengungkapkan kehidupan pada tingkat local yang beranekaragam dan juga penuh dinamika dalam berbagai bidang. Dan dengan pendekatan tersebut aspek-aspek sejarah local akan bisa menjadi bagian dari sejarah Indonesia.
            Dalam bukunya “Sejarah Indonesia Modern”, Ricklefs berusaha menuliskan sejarah Indonesia berdasarkan bukti-bukti dan sumber-sumber data sejarah primer dan sekunder. Ia berusaha merekonstruksi sebagian periode dari sejarah Indonesia, yaitu sejarah Indonesia yang dimulai dari periode ± 1300, yang disebutnya sebagai Sejarah Indonesia Modern. Pemilihan periode ini didasarkannya pada beberapa hal, yaitu unsur kebudayaan dan agama (dalam hal ini Islamisasi, menarik karena terjadi sampai sekarang sejak tahun ±1300-an). Unsur selanjutnya adalah topic, ia melihat ada saling mempengaruhi antara orang Indonesia dan orang Barat sejak ±1500 sampai sekarang. Dan yang terakhir adalah konsistensinya terhadap bukti dan sumber-sumber data primer sejarah. Pada periode tersebut sumber-sumber primer ditulis hampir secara eksklusif dala bahasa-bahasa Indonesia Modern (Jawa dan Melayu, bukan Jawa dan Melayu yang kuno) dan juga dalam bahasa-bahasa Eropa. Selanjutnya Ricklefs menuliskan sejarah Indonesia hanya terbatas pada wilayah Jawa. Jadi seolah-olah terkesan bahwa sejarah Jawa adalah representasi sejarah Indonesia secara menyeluruh. Hal tersebut sudah diakuinya sebagai suatu kekurangannya.

 B Sejarah Lokal sebagai Micro-unit
            Sejarah lokal sebagai micro-unit merupakan unit historis yang mempunyai ciri khas sebagai kesatuan etnis dan cultural sebagai salah satu dimensi dari SNI. Sejarah lokal memakai micro analisis untuk mempelajari peristiwa atau kejadian pada tingkat lokal yang mencakup interaksi antarsub-micro-unit yang unit. Interaksi tersebut menunjukan adanya keragaman di dalam  suatu micro-unit. Sejarah lokal adalah micro histori yang mempelajari micro-unit, yang pada umumnya, setiap micro-unit menunjukan cirri yang khas yang tidak terdapat pada, baik micro-unit yang lain maupun macro-unit.
            Dalam studi sejarah, salah satu masalah yang dihadapi sejarawan ialah penentuan kesatuan kerangka peristiwa yang menjadi pusat perhatiannya dalam melihat proses persambungan peristiwa-peristiwa. Dalam hubungan ini dikenal istilah unit-unit sejarah. Sejarawan perlu menentukan batas-batas yang akan memungkinkan mereka membatasi ruang lingkup kegiatannya. Misalnya membedakan antara yang disebut kejadian historis dengan kejadian non-historis. Cara yang lain yang juga bisa dijadikan dasar kategorisasi peristiwasejarah, yaitu melihat peristiwa-peristiwa itu dalam rangka apa yang disebut sebagai “unit sejarah”. Yang penting dalam kategorisasi peristiwa sejarah adalah adanya kerangka kesatuan yang di dalamnya mengandung pola-pola dari fakta-fakta yang berada dalam satu kerangka tersebut, di dalamnya juga mengandung aspek kesatuan temporal serta kesatuan spatial dari rangkaian peristiwanya. Dengan demikian, unit-unit historis itu terwujud dari berbagai kategori yangmenyebabkan adanya variasi lingkup sejarah.Sejarawan Inggris, A.J Toynbee meskipun mengakui adanya unit historisyang merupakan kesatuan negara dan bangsa, tapi lebih cenderung pada unithistoris makro. Sebaliknya kelompok sejarawan praktis lebih melihat kesatuan lapangan studi sejarah yang bisa dipahami itu berada pada lingkungan sejarah mikro.
Seperti yang sudah diketahui bahwa sejarah lokal merupakan bagian sejarah yang bersifat mikro sedangkan untuk sejarah nasional sendiri bersifat makro. Yang mana sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang mendukung penanaman nilai nasionalisme. Dan untuk sejarah lokal sebagai mikro dapat memberikan bantuan dalam kajian sejarah nasional yang membicarakan sesuatu secara umum.

Hubungan erat antara mikro dan dimensi makro dalam sejarah bisa pula dilihat dalam hubungan studi sejarah di Indonesia. Menurut Kartodirdjo  bahwa banyak peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat lokal, sebenarnya hanya bisa dimengerti dengan baik apabila dihubungan dengan dimensi sejarah nasional. Menurutnya sebagai contoh yaitu hal-hal yang dibawa oleh proses westernisasi seperti diperkenalkannya sistem pajak, sewa tanah, birokrasi modern yang membawa fenomena baru dalam kehidupan penduduk pedesaan.
C. Objek Sejarah Lokal
            Objek sejarah lokal tidak identik dengan objek SNI, baik aspek temporal maupun spatial. Secara temporal, sejarah lokal tidak berhimpit dengan SNI. Periode sejarah atau akhir masa prasejarah setiap lokal tidak sama. Jika sejarah lokal membuat periode sejarahnya dengan meniru  periodesasi SNI, maka sejarah lokal itu tidak lebih sebagai penulisan SNI, maka sejarah lokal itu lebih sebagai penulisan SNI  ditingkat lokal ( versi lokal ). Perbedaan spatial juga jelas mencolok karena sejarah lokal berkutat pada ruang tertentu saja yang d sepakati, sedangkan SNI berenang di kolam Nusantara yang luas. Sejarah lokal harus mandiri dengan penguatan metode sejarah bagi para sejarah lokal sehingga karya histografinya berbobot. Hasil studi khusus pada sejarah lokal akan member pengetahuan lebih umum terhadap kejadian-kejadian historis ditingkat lokal  yang merupakan dimensi SNI.
            Secara prinsipil, semua peristiwa yang tertulis dalam SNI adalah peristiwa lokal. Realistis itu, tidak dapat terbantahkan karena setiap lokalitas menjadi ajang peristiwa sejarah. kemudian ada proses klasifikasi terhadap peristiwa-peristiwa sehingga ada yang menganggap bahwa peristiwa tertentu hanyalah peristiwa lokal saja, sedangkan yang lain dinilai mempunyai kadar sebagai peristiwa nasional. Namun, sesungguhnya semua peristiwa bisa dipandang sebagai peristiwa yang bertaraf nasional. Hal itu tergantung dari sudut pandang orang yang melakukan penilaian.
Keterkaitan antara sejarah lokal dengan sejarah nasional tidak dapat dikatakan bahwa kumpulan-kumpulan dari sejarah lokal itu dapat diartikan sejarah nasional. Karena  sejarah lokal sebagai penyempurnakan sejarah nasional dan memberi hubungan timbal balik.
Dan dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah nasional lebih ditekankan pada gambaran yang lebih meluas serta lebih menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa yang bersifat umum dengan tidak terlalu memperhatikan hal-hal kecil dalam peristiwa lokal, sedangkan dalam sejarah lokal  yang lebih diperhatikan adalah peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar yang mencangkup suatu lokalitas dan menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa-peristiwa khusus di lokalitas tersebut. Dengan demikian sejarah nasional yang  hanya membicarakan sesuatu secara umum dan sifatnya terbatas. Sejarah Lokal memberikan detail sehingga mampu melengkapi kekurangan sejarah nasional.


BAB  III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Sejarah lokal menjadi semakin kurang terlokasikan. Sejarah lokal bersifat melebar, horizonnya semakin mengembang menuju ke arah perbandingan-perbandingan yang meluas. Bahwa dalam sejarah nasional tekanan terutama diberikan pada gambaran yang lebih meluas serta menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa dengan tidak terlalu memperhatikan detail-detail peristiwa lokal. Sedangkan dalam sejarah lokal yang mendapat perhatian utama justru peristiwa-peristiwa dilingkungan sekitar suatu lokalitas sebagi suatu kebulatan, dan menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa khusus di lokalitas.
            Melakukan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi yang sering dibuat dalam penulisan sejarah nasional. Banyaknya ketumpang tindihan pengertian dan pemahaman mengenai sejarah nasional dan sejarah lokal. Tidak semua peristiwa atau perubahan yang digeneralisir/dianggap menjadi fakta nasioanl yang berlaku bagi semua wilayah Indonesia.
























Laporan Diskusi Sejarah Lokal

SEJARAH LOKAL
April 11
2013
Sejarah sebagai unit-unit Historis : Sejarah lokal merupakan bagian sejarah yang bersifat mikro sedangkan untuk sejarah nasional sendiri bersifat makro yang mana sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang mendukung penanaman nilai nasionalisme. Dan untuk sejarah lokal sebagai mikro dapat memberikan bantuan dalam kajian sejarah nasional yang membicarakan sesuatu secara umum.
LAPORAN HASIL DISKUSI




Laporan Hasil Diskusi
Sejarah sebagai Unit-unit Historis
1. Sejarah lokal lebih menjadi sub bagian dari sejarah nasional, lalu bagaimanakah jika kita ingin mencari sumber-sumber untuk penelitian lokal?      
Sejarah lokal dikatakan sebagai micro unit sedangkan sejarah nasional Indonesia termasuk dalam makro unit, untuk penelitian lokal kita bisa melakukan kros cek terhadap objek penelitian lokal itu, lalu bisa juga mengambil dari sumber sejarah nasional, biasanya dalam sejarah nasional banyak pula yang membahas mengenai sejarah lokal daerah.  
2. Kejadian masa kini bila dijadikan penulisan sejarah lokal bisa atau tidak? Apakah ada trik khusus dalam sejarah lokal?
Selain langkah penelitian sejarah yang biasa dilakukan seperti Heuristik, Kritik sumber, Hermeunetika dan Historiografi , peneliti sejarah lokal juga bisa menentukan batas-batas yang akan memungkinkan mereka membatasi ruang lingkup kegiatannya serta membedakan antara yang disebut kejadian historis dengan kejadian non-historis yang terpenting peneliti harus melakukan verifikasi terkait objek penelitian karena takut objek penelitian hanya mitos, dan cerita yang tidak pernah terjadi. Untuk memperkuat penelitian perlu di lakukan wawancara mendalam, kepada narasumber yang mengerti dan mengetahui  terhadap apa yang kita teliti.
3.  Jika di Jakarta ada cerita rakyat Si Pitung apakah  itu bisa dijadikan sejarah lokal ? Tetapi saya pernah mendengar bahwa kuburan Si Pitung itu banyak , lalu bagaimana kita dapat menentukan sumber sejarahnya dan berpengaruh tidak geografis terhadap penelitian lokal?
            Cerita rakyat si Pitung di Jakarta dapat di jadikan Sejarah Lokal, karena itu benar-benar terjadi dan merupakan sejarah lokal yang berada di Jakarta. Si pitung di anggap sebagai Jawara yang berasal dari betawi, namun makan si Pitung tidak dapat di pastikan, jadi letak geografis dari makam itu tidak di permasalahkan.


PLATO dan Sejarah Pemikirannya




Add caption
Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawanYunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis)
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Plato lahir dari keluarga aristokrat kira-kira pada tahun 429 SM. Ia berniat untuk memasuki bidang politik sebagai karier hidupnya. Namun kematian Socrates membuat ia tidak melanjutkan niatnya tersebut kecuali sebagai filosof. Ia tidak setuju dengan cara-cara pemerintahan demokrasi pada masa itu yang menurutnya mengakibatkan gurunya meninggal.
Pada masa muda Plato, ia menyaksikan perebutan kepemimpinan antara Athena dengan Sparta yang menghangat pada peperangan Pelopnnesos (431-404) dan dimenangkan oleh Sparta. Kekalahan tersebut membuat hati Plato hambar. Oleh karena itulah ia berusaha mengarahkan pemikirannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia secara konkret. Ia melakukan pengembaraan ke daerah Sisilia dan Italia bahkan ke daerah Afrika yang memberikan pengalaman berharga guna pemikirannya lebih lanjut. Setelah pengembaraannya, ia mendirikan sebuah sekolah yang ia beri nama Akademi. Sekolah ini diharapkannya dapat mejadi pabrik pembentuk dan penempa orang-orang yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Pengetahuan yang diajarkan di Akedemi adalah mengenai segala aspek manusia dan masyarakat dalam arti keseluruhan.
Dengan didirikannya Akademi Plato menghasilkan karyanya Politeia atau Republik. Kitabnya ini digunakan sebagai pegangan dalam sekolahnya. Tema pokok kitab ini adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini berbeda dengan pengertian keadilan saat ini. Keadilan Plato lebih dekat pada kata kejujuran, moral, sifat-sifat baik seseorang. Keadilan ini berhubungan dengan kejujuran seseorang mengenai kesanggupan dan bakatnya. Menurut Plato keadilan itu adalah seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya. Dalam kehidupan bernegara, keadilan menurut Plato terletak pada kesesuaian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak dan kecakapan serta kesanggupan di pihak lain.
Kitab Republik ini membicarakan empat masalah besar, pertama, mengenai masalah metafisika yaitu yang mencari dan membicarakan apa yang sebenarnya hakikat segala yang ada. Kedua, etika yaitu mengenai sikap yang benar dan baik serta sebaliknya. Ketiga, mengenai pendidikan yang harus dijalani seseorang dalam hidup. Keempat, mengenai pemerintahan yang seharusnya atau yang ideal. Keempat masalah ini merupakan suatu kebulatan. Suatu kebulatan maksudnya di sini adalah tidak adanya perbedaan antara negara dengan masyarakat atau warga negaranya. Karena keempat masalah ini dipandang sebagai kebulatan maka Plato memunculkan pertanyaan, misalnya apakah negara yang baik itu, bagaimana mengusahakannya dan membuatnya. Apakah pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang manusia agar ia menjadi seorang yang baik? Apakah cara-cara yang harus dijalankan oleh negara yang baik dalam memimpin rakyat atau warganya mendapatkan pengetahuan yang menjadi syarat adanya kebajikan  itu? Pengetahuan di sini, menurut Socrates adalah pengetahuan yang artinya sama dengan kebajikan. Plato menyatakan kebajikan tersebut diperoleh dengan pengetahuan. Pengetahuan tentang kebaikan tersebut harus merupakan kodrat dan tidak berasal dari adat dan kebiasaan. Artinya kebaikan itu bukan merupakan kehendak orang-orang, tapi kebaikan tersebut adalah kenyataan dari kehidupan. Kebajikan atau pengetahuan itu diperoleh dengan adanya pendidikan.
Demokrasi-kuno yang menempatkan seseorang pada jabatan-jabatan tanpa mempunyai syarat-syarat yang diperlukan menurut Plato adalah awal kemunduran Athena. Kepentingan diri sendiri yang berpangkal pada sifat individualime yang tidak terkendalikan yang diutarakan Plato menurut pendapat penulis juga mempengaruhi kemunduran Athena. Memang Plato tidak menafikan harus adanya keselarasan kepentingan antara orang-orang dengan negara atau masyarakat. Namun, keselarasan tersebut menurut pendapatnya bukanlah dengan menyamakan kepentingan negara dengan kepentingan seseorang melainkan kepentingan seseorang harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itulah Plato cenderung menciptakan adanya rasa kolektivisme daripada penonjolan pribadi.
Plato menyatakan keserasian antara masyarakat dengan negara itu memiliki tujuan, yaitu tujuan Nan Ada adalah Nan Baik. Nan Ada ini adalah suatu organisme. Organisme adalah suatu kesatuan yang bulat di mana tiap anggota atau bagiannya merupakan alat yang tidak dapat dipisahkan dari rangka keseluruhan itu. Tiap anggota atau bagian itu, sebagai organisme mempunyai fungsi yang akan memberi pengaruh pada anggota yang lainnya bahkan berpengaruh pada organisme yang lebih besar. Oleh karena itulah Plato menyatakan, apabila anggota atau bagian itu tidak menjalankan fungsinya atau “sakit” maka organisme, dalam hal ini negara, akan merasa sakit. Sehingga menurut Plato apabila setiap anggota atau bagian mengerjakan apa yang menjadi fungsinya keadilan akan tercapai. Bila meminjam pernyataan Sabine misalnya keadilan adalah ikatan yang mempersatukan suatu masyarakat, suatu persatuan yang harmonis dari individu-individu, di mana masing-masing melaksanakan tugas hidupnya sesuai dengan bakat dan pendidikannya. Keadilan merupakan kebajikan umum dan perseorangan. Singkatnya setiap anggota atau bagian melakukan apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Fungsi-fungsi yang dijalankan tiap anggota atau bagian ini dapat dilihat dengan penganalogian Plato antara jiwa dengan negara. Apa hakikat jiwa, itu pulalah hakikat negara. Ada tiga unsur jiwa yang menjadi jenis kelas, membentuk susunan negara. Yaitu kelas penguasa—mengetahui segala sesuatu, kelas pejuang atan pembantu penguasa—yang penuh semangat, dan kelas pekerja—lebih mengutamakan keinginan dan nafsu.  Kelas penguasa dapat memberikan bimbingan kepada yang lain dalam masyarakat atau negara. Kelas pejuang diperlukan ketika kekacauan peperangan, diperlukan semangat yang membantu akal apabila ada pertentangan antara keinginan dan akal. Kelas pekerja dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan jasmani, seperti makan-minum. Dengan demikian, ketiga kelas atau fungsi ini saling membutuhkan dan masing-masing mengerjakan fungsinya untuk mencapai tujuan Nan Baik itu.
Rasa kolektivisme yang ditawarkan Plato seperti di sebutkan di atas adalah semacam komunisme di dalam cara kehidupan sosial, oleh karena itulah ia melarang adanya hak milik dan famili. Adanya milik akan mengurai dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Kesempatan bermilik akan menggoda seseorang untuk memperhatikan kepentingan diri sendiri lebih dahulu. Tidak adanyan family menurutnya lagi ditujukan utuk menghindarkan kemungkinan bercampurnya kepentingan negara dengan kepentingan sendiri. Adanya larangan hak milik dan family ini disebut juga ‘nihilisme sosial’ oleh Robert Nisbet, yang tujuannya sebenarnya menghindarkan negara dari pengaruh erosif dan destruktif yang pada akhirnya akan menciptakan disentegrasi negara kota.
Larangan hak milik dan family atau komunisme ini hanya terbatas pada kelas-kelas penguasa dan pembantu, sementara kelas pekerja tidak dilarang. Pandangan Plato mengenai anak dan wanita yang dianggap sebagai milik bersama bukanlah dimaksud untuk merendahkan wanita. Plato mengakui hak yang sama antara wanita dan laki-laki yang dapat dilihat dengan pengakuannya bahwa kelas penguasa dan pembantu penguasa dapat dipegang oleh wanita. Merujuk pada tulisan Sabine kembali, bahwa kesamaan derajat ini dapat juga dilihat dari tanpa pengecualian dalam pendidikan. Adanya pengakuan atau kesamaan derajat antara laki-laki dengan wanita ini adalah sebagai perbandingan yang dilakukannya antra Athena dengan Sparta. Wanita dalam negara kota Sparta juga ikut sebagai tentara atau kelas pembantu penguasa. Larangan atas hak milik dan family ini maksud Plato bukanlah untuk melarang kedua kelas tersebut mendapat kebahagiaan, tapi kebahagiaan menurut Plato di sini terletak pada kewajiban atau fungsi masing-masing.